Muslim yang hebat bukanlah yang serba tahu tentang aib
orang lain kemudian menyebarkannya dengan penuh suka cita
Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengenyahkan satu kedukaan dunia dari seorang Mukmin maka Allah
mengenyahkan kedukaan darinya pada hari kiamat. Barangsiapa memberikan
kemudahan bagi orang yang kesulitan maka Allah akan memberinya kemudahan di
dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim maka Allah akan
menutupi (aib)-Nya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya
selama ia menolong saudaranya." (H.R. Muslim)
Saat mensyarah (menjelaskan) hadis ini, Imam Nawawi
menulis, "Ini merupakan hadis agung yang mencakup
berbagai ilmu, kaidah, dan tatakrama." Dengan hadis ini kita mendapat
penegasan bahwa Islam merupakan kasih sayang bagi sekalian alam (rahmatan
lil-‘alamin), realistis, dan sangat peduli dan membela orang-orang lemah secara
adil.
Orang-orang atheis menganggap agama sebagai candu
(racun). Karena dalam dugaan mereka, agama –termasuk Islam—adalah ajaran yang
meninabobokan. Orang-orang yang miskin disuruh bersabar karena nanti di hari
akhirat akan mendapatkan kebahagiaan. Orang yang tertindas disuruh bersabar
sebab nanti di hari akhirat orang yang melakukan penindasan akan dimasukkan ke
neraka. Dalam pandangan orang-orang
atheis, ajaran semacam ini adalah ajaran yang membuat orang menjadi fatalis,
pasrah, dan bersikap "apa yang terjadi, terjadilah".
Jika mereka mengalamatkan tuduhan itu pada Islam, jelas salah. Karena sesungguhnya Islam bukanlah
agama yang menolerir kezaliman di dunia, lebih-lebih atas nama kebahagiaan di
hari akhirat. Islam juga bukan agama yang menjadikan kemelaratan sebagai
parameter kemuliaan, baik di dunia tidak pula di akhirat kelak. Hadis ini
justru memastikan bahwa di antara kelompok manusia yang akan mendapatkan
kebahagian hakiki di akhirat kelak adalah orang yang rela berbagi, siap
membantu, dan punya semangat mencari solusi. Dan bukannya orang-orang yang
pasrah pada keadaan, putus asa, serta tidak memiliki keberdayaan. Bukan! Dan
tentu saja hadis yang sedang kita kaji ini hanyalah secuil contoh dari
keindahan Islam.
Ada banyak pelajaran penting yang dapat kita serap
dari hadis di atas, antara lain:
Pertama, dalam kehidupan akan senantiasa
ada orang yang mengalami nestapa, duka, dan kekurangan. "Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar
sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Q.S. Az-Zukhruf 43: 32)
Keadaan seperti ini adalah peluang bagi orang-orang
yang mendapatkan keleluasaan untuk beramal. Keadaan miskin dan kaya di mata Allah hanyalah ujian. Orang kaya dengan
kekayaannya bisa masuk surga bisa pula masuk neraka. Orang miskin dengan
kemiskinannya bisa masuk surga bisa pula masuk neraka.
Kedua, Islam mengakui dan menghargai
kepemilikan pribadi.Dalam hadis itu Rasulullah saw. tidak
mengatakan bahwa harta orang kaya adalah otomatis milik bersama dengan orang
miskin. Rasulullah saw. justru mengisyaratkan bahwa seseorang bisa berperan
dengan apa yang ia miliki –termasuk hartanya. Dan kemudian karena perbuatannya
itu ia mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan di hari akhirat.
Untuk menghormati hasil jerih payah dan kepemilikan
seseorang, Islam melarang mencuri dan menghukum pencuri dengan hukuman berat.
Islam juga menilai orang yang mati dalam rangka mempertahankan hak miliknya
sebagai syahid. Dan adanya kewajiban zakat, anjuran infak, dan sedekah adalah
nyata-nyata menegaskan bahwa Allah tidak melarang manusia mempunyai harta, yang
dilarang adalah rakus, kikir, dan menjadikan dunia sebagai tujuan.Ketiga, kewajiban untuk memberi solusi, kemudahan, dan membantu adalah
kewajiban seluruh Muslim. Namun, bagi pemimpin hal itu lebih wajib lagi. Rasulullah saw. telah
memberi contoh untuk itu. Dalam sebuah hadis disebutkan,
"Seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw.
guna mengadukan perihal kemelaratan yang dideritanya, lalu ia pulang. Maka
Rasulullah saw. mengatakan kepadanya, ‘Pergilah hingga kamu mendapatkan sesuatu
(untuk dijual).’ Orang itu lalu pergi dan pulang lagi (menghadap Rasulullah
saw.) dengan membawa sehelai kain dan sebuah cangkir. Orang itu lalu
mengatakan, ‘Ya Rasulullah, sebagian kain ini biasa digunakan keluarga saya
sebagai alas dan sebagiannya lagi sebagai penutup tubuh. Sedangkan cangkir ini
biasa mereka gunakan sebagai tempat minum.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Siapa
yang mau membeli keduanya dengan harga satu dirham?’ Seorang laki-laki
menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah.’ Rasulullah saw. berkata lagi, ‘Siapa yang
mau membeli keduanya dengan harga lebih dari satu dirham.’ Seorang laki-laki
mengatakan, ‘Aku akan membelinya dengan harga dua dirham.’ Rasulullah saw.
berujar, ‘Kalau begitu kedua barang itu untuk kamu.’ Lalu Rasulullah saw.
memanggil orang (yang menjual barang) itu seraya mengatakan, ‘Belilah kapak
dengan satu dirham dan makanan untuk keluargamu dengan satu dirham.’ Orang itu
kemudian melaksanakan perintah itu lalu datang lagi kepada Rasulullah saw. Maka
Rasulullah saw. memerintahkan kepadanya, ‘Pergilah ke lembah itu, dan janganlah
kamu meninggalkan ranting atau duri atau kayu bakar. Dan janganlah kamu
menemuiku selama lima belas hari.’ Maka orang itu pun pergi dan mendapatkan
uang sepuluh dirham. Rasulullah saw. mengatakan, ‘Pergi dan belilah makanan
untuk keluargamu dengan uang lima dirham.’ Orang itu mengatakan, ‘Ya
Rasulullah, Allah telah memberikan barokah dalam apa yang kauperintahkan
kepadaku.’" (H.R. Al Baihaqi)
Keempat, banyak cara yang dapat
dilakukan untuk meringankan beban, mengenyahkan kesulitan, dan membantu orang
lain. Jangan selalu dipahami
bahwa membantu harus selalu dengah harta atau hal lain yang bersifat meterial.
Kata-kata yang baik dan tepat bisa menjadi solusi yang lebih jitu ketimbang
harta yang disedekahkan dengan cara menyakiti. Allah swt. berfirman,
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya
lagi Maha Penyantun." (Q.S. Al Baqarah 2: 263)
Bahkan, ada orang yang merasa terbantu karena ada
orang lain yang bersedia mendengarkannya saat dia curhat. Karenanya ada orang
yang secara profesional menyiapkan diri sebagai tempat curhat.
Kelima, orang Muslim yang hebat bukanlah
yang serba tahu tentang aib orang lain kemudian menyebarkannya dengan penuh
suka cita. Orang yang hebat
adalah orang yang mampu menjaga aib dan menutupi keburukan saudaranya. Pantang
ia membicarakan keburukan saudaranya kecuali hanya untuk tujuan kemaslahatan.
Betapa menyedihkannya orang yang berbahagia saat mendengar dan mengetahui
keburukan dan kekurangan orang lain. Dan betapa busuknya orang yang senang
melihat saudaranya jatuh martabatnya dan kehilangan keharuman namanya. Oleh
karena itu, janganlah kita merasa bangga karena banyak orang yang melapor
kepada kita tentang keburukan orang lain. Alih-alih bangga, kita harusnya
merasa sedih. Karena jika setiap pembicaraan busuk disampaikan kepada kita,
berarti kita dianggap tempat sampah. Tempat penampungan segala sesuatu yang
busuk.
Keenam, kedahsyatan hari kiamat haruslah
menjadi sesuatu yang kita takuti dan kemudian kita berusaha untuk melindungi
diri dengan amal saleh. Allah swt. berfirman, "Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah
suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika)kamu
melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak
yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat
manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi
azab Allah itu sangat keras." (Q.S. Al Hajj 1-2)
Jika kita mampu memberikan kebahagian pada saudara
kita dan mengenyahkan kesulitan-kesulitannya di dunia, niscaya kita menjadi
orang yang bahagia di hari akhirat. Orang yang paling bahagia adalah orang yang
berhasil membahagiakan orang lain.
Wallahu a’lam
Post a Comment